04 November 2011

Ternyata Warung kopi masih lebih efektif dari pada facebook dan twitter

Di sela waktu senggang, saya selalu menyempatkan diri untuk ngopi di warung kopi cak Bembus langganganan saya di Desa. Meskipun warung kelas ndeso dan hanya menyediakan minuman biasa kelas warung kopi serta menu bakso seharga 3000 rupiah per porsi meskipun isinya bisa dibilang kurang dari kata mengenyangkan, saya tetap suka untuk ngopi disitu.

Sisi fitur yang menjadi menarik di warung cak Bembus menurut saya adalah dia tidak pernah lupa untuk menyediakan surat kabar, meja yang di permak menjadi papan catur, halaman rumah yang di kasih seperangkat multi media berisi tv, VCD, dan speaker lengkap dengan berbagai macam lagu – lagu hiburan sesuai dengan waktunya, kalau pagi dari jam 06.00 sampai jam 08.00 di isi dengan musik untuk kelas anak – anak kecil, agak siang di isi dengan lagu dangdut koplo, lebih siang sampe sore hari di isi dengan lagu – lagu santai, dan dari sore sampai malam terkadang di isi lagu – lagu acoustic semacam iwan fals dan juga acara siaran langsung sepak bola baik domestik maupun luar negeri.

Saya menganggap sosok cak bembus adalah fenomena warung kopi sederhana tapi punya visi untuk menghibur berbagai macam orang yang datang disitu. Seperti saya yang terbiasa kalau ngopi selalu menyempatkan untuk membaca surat kabar, dia biasa tanggap dengan kegiatan saya jadi ketika saya datang dia langsung bilang “ mas korannya ada di meja sana “. Secara pribadi saya tersanjung dengan cara memperlakukan pengunjung warung kopinya.

Bukan hanya saya, menurut persepsi saya orang – orang yang mampir disitu terkesan nyaman dan enjoy dengan berkumpul bersama, bermain catur bersama, nonton bola bersama, dan saling berbagi informasi bersama. Disinilah letak sudut yang menjadi perhatian saya.

Ketika mengamati orang- orang dari berbagai macam kalangan mulai dari petani, swasta, aparatur desa, pengangguran, anak sekolahan dan lain – lain yang ikut nimbrung disitu, mereka seperti ingin menjadi bagian dari komunitas kecil serta dadakan di warung itu. Mereka mengobrol mulai dari isu kecil tingkat RT sampai isu besar tingkat internasional.

Saya juga kadang tersenyum saja ketika mendengar mereka berdialog tentang isu – isu yang mereka munculkan meskipun kenyataannya isu tersebut jauh dari kata obyektif, tetapi saya tetap terkesan dengan kemasan mereka menyajikan isi pikiran mereka yang dikeluarkan, yang dengan suasana santai dan berebut untuk menjadi bahan tertawaan.

Disinilah letak hal yang langka menurut saya dimasa modern yang di dukung dengan kemajuan teknologi dan informasi yang pesat, sampai muncul yang namanya facebook dan twitter sebagai alat untuk menyalurkan eksperesi, curahan hati, sharing info, menipu, promosi dan lain sebagainya, tetap ada yang kurang menurut saya.

Kekurangan yang saya maksudkan adalah tidak adanya tatap muka diantara masing – masing pihak, saya sebagai orang yang sedang belajar bersosial menyimpulkan bahwa ngobrol dan berbagi dengan orang – orang yang kita inginkan masih lebih efektif ketemu dan bertatap mata secara langsung dari pada melalui alat semacam facebook, twitter dan sebagainya.

Alasan yang mendasari saya kenapa bisa menyimpulkan seperti diatas adalah karena saya merasakan sendiri efek secara langsung ketika kita ngobrol dan bersosial dengan orang – orang lama dan kenalan baru, saya bisa mengamati mimik muka dan gesture orang yang sedang bertemu dengan kita. Saya bisa menambah banyak relasi entah itu dia bajingan atau orang baik secara langsung dan real tidak seperti di facebook dan twitter. Saya bisa menjadi lebih peka sosial terhadap orang – orang yang saya temui secara langsung dengan menemukan berbagai macam ekspresi mereka. Dan saya menemukan kedewasaan dalam bersosial ketika saya bertemu secara langsung tanpa bantuan media. Saya juga menemukan rasa kesederhanaan yang di tampilkan diwarung kopi ndeso dari pada cafe – cafe modern dengan balutan hotspot dan aneka hiburan kelas atas yang dimana mungkin menurut persepsi saya digunakan sebagai ajang pamer dan gengsi sosial oleh para pengunjungnya yang dimana menurut saya ini malah membikin ketidak sehatan secara sosial.

Dengan perbandingan itu saya bisa membedakan bahwa warung kopi ndeso itu lebih efektif untuk saling mengenal dan saling menghargai seseorang dengan upaya saling memanusiakan manusia sebagai contoh kecil ketika saya diwarung kopi ndeso, saya mendengarkan orang yang sedang dihidangkan pesanannya orang tersebut mengatakan “MONGGOH” kepada saya, meskipun yang dipesan itu hanya segelas kopi tapi kesediaannya untuk berbagi dengan orang disampingnya itu menandakan kedewasaan moral walaupun mereka orang ndeso dan akan jarang kita jumpai di daerah – daerah yang sudah mulai beranjak modern dan bahkan mungkin akan langka seiring berkembangnya teknologi dan informasi yang semakin ngebut kelak.

Wallohu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...